Senin, 14 November 2011

ilmuan

BAB I
PENDAHULUAN

 Seorang tokoh yang bernama Abu Ali Al-Husein Ibn Abdullah Ibn Sina lahir di Bukhara tahun 370 h/980 m. Ia dianggap seorang yang cerdas, karena dalam usia yang sangat muda (17 Tahun) Ibnu Sina telah di kenal sebagai filosof dan dokter terkemuka di Bukhara. Sebagai ilmuwan Ibnu Sina telah berhasil menyumbangkan buah pemikirannya dalam buku karangannya yang berjumlah 276 buah. Diantara karya besarnya adalah Al-Syifa berupa ensiklopedi tentang fisika, matematika dan logika. Kemudian Al-Qanur Al-Tabibb adalah sebuah ensiklopedi kedokteran. Pemikiran Ibnu Sina yang banyak keterkaitannya dengan pendidikan, barangkali menyangkut pemikirannya tentang filsafah ilmu. Menurut Ibnu Sina ilmu terbagi menjadi 2 (dua), yaitu: Ilmu yang tak kekal, Ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari peranannya sebagai alat disebut logika.
Didalam konsep pendidikan,Ibnu Sina mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah "pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempuma, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti." Tampaknya tujuan ini bersifat universal. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat. Oleh sebab itu, tepat sekiranya ide-ide Ibnu sina dalam pendidikan dijeniskan kedalam kategori-kategori berikut:
1.      Tujuan-tujuan (aims) dalam pendidikan
2.      Pengetahuan (knowledge) dalam pendidikan
3.      Pelaksanaan (practices) metode (methodology),institusi-institusi, pembiayaan, dan hubungannya dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan seperti politik dan ekonomi
4.      Penilaian, yaitu kriteria yang digunakan untuk mengetahui tercapai atau tidak tujuan-tujuan pendidikan
BAB II
KONSEP TUJUAN PENDIDIKAN
IBNU SINA

  1. BIOGRAFI IBNU SINA
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Persoalan tahun kelahiran ibnu sina ini kemudian dijelaskan lebih rinci oleh Muhammad muhith thabathaba’in penasehat kebudayaan Iran di Baghdad pada ceramahnya dihadapan para peserta kongres mengenai Ibnu sina yang bertepatan dengan peringatan wapatnya yang ke-1000 tahun di Baghdad.
Menurutnya, bahwaq tahun kelahiran Ibnu sina yang dikemukakan para ahli sejarah ada empat versi:
1)      Menurut keterangan Qifthi, Ibnu khalikhan dan Baihaqi Ibnu sina lahir tahun 370 H
2)      Menurut Ibnu abi ushaibah, Ibnu sina lahir tahun 375 H
3)      Menurut suatu keterangan, Ibnu sina lahir pada tahun 373 H
4)      Menurut keterangan lainnya, Ibnu sina lahir tahun 363 H[1]
Dalam tulisan ini, tahun kelahiran Ibnu sina yang dipergunakan adalah tahun 370 H atau 980 M, kerna tahun itulah yang lebih banyak dipergunakan  oleh para ahli sejarah.
 Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara dikawasan asia tengah, ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdullah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus.
Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang,
Dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi  Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode – metode baru dari perawatan.
Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .
Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat – obat yang sesuai.” Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.
Upaya memperdalam dan menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan dilanjutkan Ibnu sina pada saat ia memperoleh kesempatan mempergunakan perpustakaan milik Nuh bin mansyur yang pada saat itu menjadi sultan di Bukhara. Kesempatan tersebut terjadi karena jasa Ibnu sina yang berhasil mengobati penyakit sultan tersebut hingga sembuh.[2] Dalam bidang karier dan pekerjaan yang pertama ia lakukan adalah seperti orang tuanya, yaitu membantu tugas-tugas  pangeran Nuh bin Mansur. Ia misalnya dimimta menyusun kunpulan pemikiran filsafat oleh Abu Al-husain Al-‘arudi. Untuk ini ia menyusun buku Almajmu’.
 Setelah itu ia menulis buku Al-hasbil. Setelah itu ia pergi ke Karakang yang termasuk ibu kota Al-khawarizm, dan didaerah tersebut Ibnu sina mendapatkan penghormatan dan perlakuan yang baik. Didaerah itu Ibnu sina berkesempatan untuk menyelesaikan beberapa karya tulisnya seperti kitab As-Syifa’. An-najab dan Al-qanun fi Al-thibb. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati.
Setelah itu Ibnu sina terserang penyakit colic, dan karena keinginannya untuk sembuh demikian kuat. Dengan segala usahanya akhirnya ia mandi dan bertaubat kepada Allah, dan menyedekahkan segala kekayaannya kepada kaum fakir, memaafkan setiap orang  yang menyakitinya, dan membebaskan para budaknya. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamadan.[3]

B.     KARYA-KARYA IBNU SINA
Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku-bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954. Karya- karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan- karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.
Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan soal negara, ia menulis sekitar 250 karya.[4]
Diantaranya karya yang paling masyhur adalah “Qanun” yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke bahasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universita Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “Kitab As-Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam. Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais.
Pemimpin utama (dari filosof - filosof). Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum-minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum–minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran. Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum–minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obta. Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras.
Untuk mengetahui jumlah yang agak pasti dari karangan Ibnu sina sedikit sulit. Namun peran yang dimainkan oleh seorang father dari Dominican di Kairo dalam bidang ini tidak dapat dilupakan begitu saja. Dari hasil penyelidikannya terhadap karya tulis Ibnu sina, ia mencatat sebanyak 276 buah. Sementara Philip K.Hitti dengan memakai daftar yang dibuat oleh Al-Qifti mengatakan bahw karya tulis Ibnu sina sekitar 99 buah.[5]
Karya Ibnu sina dalam bidang kedoteran antara lain Al-qanun fi Al-thibb, yang menjelaskan cara-cara pengobatan berbagai penyakit yang disebabkan oleh air dan tanah . sedangkan karya Ibnu sina dalam bidang filsafat antara lain As-syifa dan An-najab, yang menerangkan tentang filsafat dengan segala aspeknya dan karena sangat luas cakupannya. Selanjutnya karya Ibnu sina yang membahas tentang fisika adalah Fi aqsam Al-‘ulum Al-‘aqliyah, penerbitannya yang pertam,a kali dilakukan kairo pada tahun 1910 M. selanjutnya pemikiran Ibnu sina dalam bidang logika antara lain terdapat dalam karyanya yang berjudul Al-isaquji atau ilmu logika Isagoji.[6]
Sementara itu pandanan-pandangan Ibnu sina dalam bidang politik hampir tidak dapat dipisahkan dari pandangannya dalam bidang agama, karena menurutnya hampir semua cabang lmu keislaman berhubuangan dengan politik. Ilmu ini selanjutnya dibagi menjadi 4 cabang, yaitu ilmu akhlak, ilmu cara mengatur rumah tangga, ilmu tata Negara dan ilmu tentang kenabian. Kedalam ilmu politik ini juga termasuk ilmu pendidikan, karena ilmu pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Sementara itu pemikiran Ibnu sina dalam bidang sastra arab antara lain terdapat dalam bukunya lisan Al-arab yang jumlahnya mencapai 10 jilid. Buku ini menurut suatu informasi disusun sebagai jawaban terhadap tantangan dari seorang pujangga sastra bernama Abu Mansur Al-jubba’I dihadapan Amir ‘Ala Ad-daulah di Isfahan.


  1. KONSEP PENDIDIKAN IBNU SINA
Pemikiran Ibnu sina dalam bidang pendidikan antara lain berkenaan dengan tujuan pendidikan, kurikulum , metode pengajaran, guru dan pelaksanaan hukuman dan pendidikan. Adapun aspek pendidikan yang berkenaan tentang tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu sina dapat dijelaskan  sebagai berikut:

v     Tujuan Pendidikan 
Menurut Ibnu Sina pendidikan yang diberikanoleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Bahwa pemikiran pendidikan Ibnu Sina bersifat komprehensif. Pendidikan merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Kemajuan yang dicapai peradaban Islam di zaman kekhalifahan tak lepas dari keberhasilan dunia pendidikan.
Tujuan pendidikan sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan itu dapat dilihat dari tiga tahap yaitu tujuan khusus (objectives), tujuan umum (goals) dan tjuan akhir (aims). Bila digunakan dalam kurikulum maka tiga tahap tujuan ini masing-masing mencakup aspek tertentu dari tujuan itu. Kita ambil misalnya tujuan pelajaran kimia sebagai berikut:
1.      Murid-murid akan menguasai prinsip-prinsip ilmu kimia (tujuan khusus)
2.      Murid-murid akan sanggup berpikir secara kritis (tujuan umum)
3.       Murid-murid akan mencapai perwujudan diri (tujuan akhir)[7]
Pendidikan juga harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual dan budi pekerti. Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup dimasyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecendrungan dan potensi yang dilmilikinya.
Menurut Ibnu Sina tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan (sa’adat) kebahagian dicapai secara bertingkat, sesuai dengan tingkat pendidikan yang dikemukakannya, yaitu kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat, kebahagian manusia secara menyeluruh dan kebahagian akhir adalah kebahagian manusia di hari akhirat. Kebahagian manusia secara menyeluruh menurut Ibnu Sina hanya akan mungkin dicapai melalui risalah kenabian. Jadi para nabilah yang membawa manusia mencapai kebahagian secara menyeluruh.
 Menurut Ibnu Sina, pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yakni mencakup perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Menurut dia, tujuan pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di tengah masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, dan potensi yang dimilikinya. Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina menekankan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan.
 Ibnu Sina mengungkapkan, seseorang harus memiliki profesi tertentu dan harus bisa berkontribusi bagi masyarakat. Pendidikan itu harus diberikan secara berjenjang berdasarkan usia., menurut beliau sangatlah penting untuk memperhatikan aspek moral, dan juga perlu membentuk individu yang menyeluruh termasuk jiwa, pikiran dan karakter. Menurutnya, pendidikan sangat penting diberikan kepada anak-anak untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi masa dewasa.[8]
Dengan demikian dalam rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu sina itu sudah terkandung strategi yang mendasar mengenai dasar dan fungsi pendidikan. Yaitu bahwa pendidikan yang diberikan kepada anak didik, selain harus dapat mengembangkan potensi dan bakat dirinya secara optimal dan menyeluruh, juga harus mampu menolong manusia agar eksis dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah dimasyarakat, dengan suatu keahlian yang dapat diandalkan.
Jika beberapa pendapat Ibnu sina mengenai tujuan-tujuan  pendidikan tersebut dihubungkan antara satu dan lainnya, maka akan tampak bahwa Ibnu sina memiliki pandangan tentang tujuan pendidikan yang bersifat hirarkis structural yaitu bahwa ia disamping memiliki pendapat tentang tujuan pendidikan yang bersifat universal sebagaimana yang dikutip pada bagian pertama, juga memiliki pendapat tentang tujuan pendidikan yang bersifat kurikuler atau perbidang study dan tujuan yang bersiat operasional.
Selain itu, tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang insan kamil (manusia yang sempurna) yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh, sebagaimana yang dikemukakan pada bagian pertama diatas. Ibnu sina juga ingin agar tujuan pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna itu.
Pmikiran pendidikan Ibnu Sina tampaknya telah membuka selubung keagungan tokoh ini. Di dunia barat sendiri pemikiran pendidikan anak baru dilakukan menjelang abad ke-18. Dietrich Tiediman (1787) merupakan orang pertama kali di dunia barat yang menyusun psikologi anak-anak. Kemudian disusul oleh buku Die Seele Des Kindes karangan Wilhelm Preyer (1882) barulah para ahli pendidikan di barat mempelajari anak-anak melalui kajian ilmiah.[9]
Khusus mengenai tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang berkepribadian akhlak mulia, Ibnu Sina juga mengemukakan bahwa ukuran akhlak mulia tersebut dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi syarat bagi terwujudnya suatu sosok pribadi berakhlak mulia yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan spiritual. Ketiganya harus berfungsi secara integral dan komprehensif. Pembentukan akhlak mulia ini juga bertujuan untuk mencapai kebahagiaan (sa'adah). Kebahagiaan menurut Ibnu Sina dapat diperoleh manusia secara bertahap. Mula-mula kebahagiaan secara individu harus dicapai dengan memiliki akhlak mulia. Lalu jika individu yang merupakan anggota keluarga berakhlak mulia, maka keluarga itu pun akan bahagia pula dengan akhlak mulia. Selanjutnya keluarga yang berakhlak mulia akan menghasilkan masyarakat yang berakhlak mulia sehingga suatu masyarakat tersebut akan memperoleh kebahagiaan.
Dari tujuan pendidikan yang berkenaan dengan budi pekerti, kesenian, dan perlunya keterampilan sesuai dengan bakat dan minat tentu erat kaitannya dengan perkembangan jiwa seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang bersifat spiritual mendapat penekanan yang lebih. Dari beberapa tujuan yang dikemukakan di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah "mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sehingga memiliki akal yang sempurna, akhlak yang mulia, sehat jasmani dan rohani serta memiliki keterampilan yang sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga ia memperoleh kebahagiaan (sa'adah) dalam hidupnya."
Kemudian, jika dikaitkan antara tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Ibnu Sina telah merumuskan tujuan secara sistematis. Hanya saja rumusan tujuan pendidikan Islam Ibnu Sina, selain dari falsafahnya tentang hakikat manusia, juga dipengaruhi oleh perjalanan atau pengalaman hidupnya yang cerdas dengan pemikiran-pemikiran brilliant, juga terjun dalam pekerjaan sebagai tabib/dokter sesuai dengan keilmuan yang dikuasainya. Artinya, Ibnu Sina menghendaki orang lain bisa meneladani apa yang telah ia perbuat.
Sebelum Ibnu sina memberikan klasifikasi pada hikmat itu ia menetukan tujuannya dahulu yaitu mencari sesuatu hakikat yang sesungguhnya sesuai dengan kesanggupan manusia. Sebagai salah satu tokoh falsafah Ibnu sina membahagikan falsafah teoritis pada tiga macam ilmu, masing-masing menurut darjat penglibatan tajuk tajuknya dengan materi dan gerakan atau kebebasannya dari gerakan dan materi itu. Ilmu-ilmu itu adalah:
1.      Ilmu tabi’I, yang disebut ilmu yang paling bawah
2.      Ilmu matematika, yang disebut ilmu pertengahan
3.      Ilmu ketuhanan, yang dipanggilnya ilmu yang paling tinggi, yaitu menurut derajat kebebasannya dari materi (Ibnu sina, 1908)[10]
Tujuan pendidikan untuk membentuk manusia yang berkepribadian akhlak mulia, Ibnu Sina juga mengemukakan bahwa ukuran akhlak mulia tersebut dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi syarat bagi terwujudnya suatu sosok pribadi berakhlak mulia yang meliputi aspek pribadi, sosial, dan spiritual. Kebahagiaan menurut Ibnu Sina dapat diperoleh manusia secara bertahap. Mula-mula kebahagiaan secara individu harus dicapai dengan memiliki akhlak mulia. Lalu jika individu yang merupakan anggota keluarga berakhlak mulia, maka keluarga itu pun akan bahagia pula dengan akhlak mulia. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang bersifat spiritual mendapat penekanan yang lebih.






















BAB III
KESIMPULAN

Tujuan pendidikan, menurut Ibnu Sina, harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yakni mencakup perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti. Menurut dia, tujuan pendidikan harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di tengah masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, dan potensi yang dimilikinya.
Khusus pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu Sina menekankan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan, karena apabila semua itu dilupakan akan merugikan diri sendiri. pendidikan Islam Ibnu Sina, selain dari falsafahnya tentang hakikat manusia, juga dipengaruhi oleh perjalanan atau pengalaman hidupnya yang cerdas dengan pemikiran-pemikiran brilliant, juga terjun dalam pekerjaan sebagai tabib/dokter sesuai dengan keilmuan yang dikuasainya. Artinya, Ibnu Sina menghendaki orang lain bisa meneladani apa yang telah ia perbuat.












DAFTAR PUSTAKA

Raji, Muhammad, ILmuan muslim popular,  (Jakarta: Qultum media 2005)
Nata, Abuddin Dr.H. MA, Pemikiran para tokoh pendidikan islam. (Jakarta: PT Raja grafindo persada, 2003)
Jalaluddin, Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)
Prof. Dr. langgulung, Hasan,. Manusia dan pendidikan   (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1989)
Arsyad, Natsir, ilmu muslim sepanjang sejarah  (Bandung: PT Mizan, 1992)
Ali, Said Ismail, Falsafah At-tarbiyah ‘ind Ibnu sina, (Mesir: Dar At-tsaqapah, 1984)
Arifin, H. M, filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Golden Trayon press, 1994)
http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2098652-pemikiran-ibnu-sina/

Bana, Al-hasan, konsep Pembaharuan Masyarakat Islam, (Yogyakarta: Tiara wacana Yogya, 1990)




[1] Dr.H. Abuddin nata MA.. Pemikiran para tokoh pendidikan islam  (Jakarta:  PT Raja grafindo persada, 2003) hal 60 ,
[2] Muhammad raji, ILmuan muslim popular,  (Jakarta: Qultum media 2005) .hal 108
[3] Dr.H. Abuddin nata MA.. Pemikiran para tokoh pendidikan islam. (Jakarta: PT Raja grafindo persada, 2003) ,hal  65

[4] http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2098652-pemikiran-ibnu-sina
[5] Dr.H. Abuddin nata MA.. Pemikiran para tokoh pendidikan islam. (Jakarta: PT Raja grafindo persada, 2003) ,hal  67
[6] Natsir Arsyad, ilmu muslim sepanjang sejarah . (Bandung: PT Mizan, 1992) hal  66
[7] Prof. Dr. Hasan langgulung. Manusia dan pendidikan   (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1989) hal 103
[8] Prof. Dr. Hasan langgulung. Manusia dan pendidikan   (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1989) hal 102
[9] Ali, Said Ismail, Falsafah At-tarbiyah ‘ind Ibnu sina, (Mesir: Dar At-tsaqapah, 1984)
[10] Prof. Dr. Hasan langgulung. Manusia dan pendidikan   (Jakarta: Pustaka Al-husna, 1989) hal 109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar